Tes Tes.
1..2..3..3..2..1..
Salam sejahtera bagi
para pembaca.
Terima kasih atas
kehadiran para pembaca malam ini dalam acara pemublikasian pos dalam blog saya
yang ke 15. Karena para pembaca hadir malam ini maka saya bilang terima kasih.
Kalau tidak ada yang hadir maka saya tidak akan bilang terima kasih. Jika saya
tidak berterima kasih itu pasti karena tidak ada yang hadir. Para pembaca hadir
malam ini mungkin karena mau mendengar terima kasih saya. Terima kasih karena
malam ini, hadir bisa membaca. Hadir malam ini membaca terima kasih.
*Et Pembaca...
Ternyata punya
penulis... kayak tukang tempe goreng
Dibolak - balik...mulu karena
takut
Takut gosong*
Iya demikian tadi,
sepatah dua patah kata sebelum penulisan dimulai, okey?
Acara pemublikasian pos
yang berikutnya masih panjang kayak senapan angin.
Alangkah lebih baiknya
sebelum acara ini dimulai kita berdoa menurut kepercayaan masing – masing.
Berdoa dimulai.
Selesai.
Loh. Loh. Kok udah pada
ngilang pembacanya?
Apah??
Terlalu lama?
Iya iya ini segera
dimulai.
Acara berikutnya adalah
pemotongan pita oleh empunya blog, Dian Puspita Ramadani.
Mari kita usir…
#Eh mari kita sambut…
Dian Puspita Ramadani ….
Tepuk tangan semua…
Ehem. Tes 123. 1, 2, 1,
2, 3.
1, 2, 1, 2, 3.
1, 2 , 1 , 2 ,3
Cilukba…
“Terima kasih, papem
papem ey ke ey Para Pembaca sekalian yang telah hadir.”
Mohon maaf, karena pitanya belum beli di warung, gimana kalau kita potong pita suara MC nya aja?
Lagian sih masa saya mau masuk panggung bilangnya, "Mari kita usir"
Emang saya laler!
Langsung saja sepertinya
saya akan bercerita pengalaman dari seorang rekan saya.
Beberapa bulan lalu,
rekan kerja saya ditelfon. Karena saya orangnya menjaga kredibilitas orang lain
maka saya samarkan saja ya nama aslinya dia mba upi. #alamak #keceplosan.
Saat itu saya di sampingnya
persis lagi pusing ngatur jadwal.
"Iya, saya
sendiri." suara Mba Upi angkat telepon.
“Iya..betul. Iya…iya.
Betul pak betul.”
"APA
PAAAAK???!!!!" mba upi teriak.
Saya kaget. Rekan kerja
yang lain juga tampaknya sama.
"KENAPA PAK ANAK
SAYA??!!! YA ALLAH PAK...TOLONGIN PAK ANAK SAYA!"
Nada suaranya masih
keras. Kalo ada nada lebih dari si (7) dan do (1) mungkin dia adalah mun dan cul.
*diketok biolanya Beethoven*
*Minum jamu tolak bala sido
nongol*
“Apaan sih suaranya?” ada
karyawan lain yang mencetus seperti itu karena merasa terganggu.
“YA ALLAH SI MILA ITU
ANAK KENAPA JATOH MELULU…”
“HUUUU…HUUU….UUU…” air
mata mba Upi menetes perlahan.
Ono opo…iki…koyoe mesakke…gumam
saya dalam hati.
“APA PAK?? DUA PULUH
LIMA JUTA??!! SAYA NGGA PUNYA UANG SEBANYAK ITU PAK!”
“TRANSFER KE MANA
PAAAAK??”
Semua rekan kerja saya
di ruangan berukuran segi panjang tanpa sekat ini pun menghampiri. Saya
mengelus – elus pundak mba upi sambil dia tetap melanjutkan percakapan lewat
handphone. Berharap dia lebih tenang. Dalam otak saya berputar – putar, mungkin
saya harus segera info ke HRD untuk mba upi pulang lebih cepat. Yang saya
tangkap dari omongannya, anak mba upi lagi sakit.
Percakapan di
handphonenya dimatikan oleh si penelepon.
“YA ALLAH MILAAAA ANAK-KU….”
Kemudian mba upi berusaha menjelaskan pada karyawan lain termasuk saya tapi suaranya
masih tidak jelas dan terisak – isak.
“SI MILA JA –JA - TOOOH DARI
TANG – GA…DI DI DI SEKOLAAAAH”kata azis gagap
eh kata mba upi yang
lagi syok.
“ADUH KOK MATI GIMANA
INI!!!” nada suara mba upi masih dipenuhi emosi.
“Telfon aja mba upi dari
receptionist!” rekan kerja yang lain usul seperti itu. Dikarenakan telepon yang
ada di ruangan kami tidak bisa sembarangan dipakai untuk telepon ke nomor
handphone, maka diusulkan untuk receptionist bantu menyambungkan ke nomor
handphone yang tertera di panggilan masuk hp mba upi.
Di ruang receptionist
hanya ada bang rusli office boy. Maka dialah yang bantu menyambungkan.
“PAAAK ANAK SAYA GIMANA
PAAAAAK!!”
Lalu sekali lagi
teleponnya mati.
“Mba upi, sini mba upi,
hpnya. Coba cari kontaknya Mila sama suami mba upi.”rekan saya yang bernama
Zeva tapi lebih sering dipanggil Jepah mengambil hp nya.
“SI MILA NGGA BAWA HP KE
SEKOLAH JEP..” mba upi masih menangis dan menggerutu sendiri.
“JANGAN! SINI HPNYA
NANTI SUAMIKU TELFON.”
Yailah mbak, bilang aja poto poto bokepnya ga mau ketauan. #eh #salahfokus
Telfon pun masuk lagi
dari si penelepon misterius tadi.
Karena mba upi merasa
ngga mampu lagi menjawab karena bahkan bibirnya dialiri air mata maka dia minta
Zeva yang jawab.
Kira – kira seperti ini
percakapan mereka :
Z : Iya, saya teman kerjanya. Sekarang
Anaknya Bu Shofie di mana?
PM (Penelpon Misterius)
: Sekarang dia lagi di ruang operasi. Dia masih tidak sadarkan diri.
Z : Iya, maksudnya ini di rumah sakit mana?
PM : Ibu cepat bu, anaknya mau dioperasi Kalau
ngga bisa kehabisan darah. Transfer uangnya segera.
Z : Iya tapi di rumah sakit mana biar kita
ke sana, nanti kita kasih uangnya di sana.
PM : Rumah Sakit…Dharmais bu.
Z : Ok. Di ruangan apa?
PM : Bu, tapi kantor ibu kan jauh dari sini.
Keburu anaknya ngga selamat.
Z : Ngga apa – apa. Dharmais deket kok.
Tenang aja. Ini dengan Bapak siapa?
PM : Saya xxx dokter anak.
Z : Ok. Tunggu aja ya pak. Nanti kita ke
sana.
Z : Mba upi, ini penipuan mba upi.
“Ngga mungkin jeeep. Dia
tau nama sekolahnya, nama lengkap anak saya, nama gurunya, alamat saya, nama
saya lengkap banget kok.”
“Dia minta dikirimin
uang untuk biaya pengobatan apa itu, aku ngga ngerti. Si Mila jatoh, kepalanya bocor.
Emang dia tuh lagi sakit, lemes pas mau berangkat sekolah, ternyata bener kan…dia
jatoh.”
“Coba kontak sekolahnya
aja.” Adelin, salah satu staf mengusulkan.
Langsung, saya dengan
segenap jiwa dan upaya dengan tangan yang bergemetar *karena suara mba upi yang teriak daritadi rasanya hampir memecahkan telinga* browsing SMPN 48 Jakarta dan mendapatkan nomor teleponnya. Dengan tangan yang terasa sangat berat saya pun mengangkat gagang telepon di tangan kiri saya dan barbel di tangan kanan saya.
Tegangan cinta tak dapat dihindar lagi. Kala kucoba menyapamu ASTUTI! *pamerotot*
*fansnya Saepul Jamil apa apa nyanyi*
Saya menunggu jawaban telepon dan akhirnya tersambung dengan staf tata usaha. Saya jelaskan secara rinci dan staf itu
bilang, “Sebentar ya, saya panggilkan anaknya jika ada di ruangan. Nanti tolong
telepon lagi”
Sementara itu mba upi
sedikit lebih tenang dan bbm guru dari anaknya.
“Memang saya itu
daritadi lagi bbm-an sama gurunya Mila. Kenapa ngga kepikiran nanya yak sama
dia?”
Kami segenap karyawan
ngga ada yang bisa komentar. Mau bilang bego
begoin pun rasanya percuma. Kita harus pastiin bagaimana dan di mana
kondisi anak mba upi sekarang.
“ADA! Kata gurunya si
Mila ada Milanya lagi belajar di ruangan kelas.”
Saya telepon sekali lagi
SMPN 48, staf tata usaha bilang Mila nya ada. “Ini sudah saya panggilkan.”
*
Sementara itu di lain
line …
Rusli : Pak, Bapak jangan gitu dong. Masa nyari duit
caranya begitu. Ngga halal pak..
PM : Ya gimana ya pak. Jakarta keras pak..
Rusli : Yaudah. Saya bisa ngelacak kok nomor ini
alamatnya di mana. Tunggu aja sebentar lagi juga polisi ke sana.
PM : Bapak jangan nakut – nakutin dong pak..
Rusli : Saya ngga nakutin..emang beneran pak.
Sebentar lagi..aja polisi ke sana.
Bang Rusli. Office boy
di tempat kami yang merasa pernah di tipu ketika mengambil uang di ATM. Pernah kejadian, dia
tiba – tiba saja disekap 2 orang membawa senjata tajam dan menggunakan jaket
kulit. Mereka mengaku sebagai intel yang memata – matai transaksi narkoba.
Padahal Bang Rusli bersih. Dia juga dipukuli ketika tidak mau mengaku sehingga
akhirnya uang habis ambil uang di atm pun dirampas semua. Semenjak itu, katanya, dia paling benci sama hal – hal berbau
penipuan.
Kalau saya sih jangankan
bau penipuan, bau orang bakar sampah aja sensi.
*Sapu mulutnya pake pengki*
*lemparin ke truk pengangkut sampah*
Beberapa jam kemudian…
Rusli : PAAAAK…INI SAYA YANG TADI…Hu…Hu..Hu..(dengan
nada nangis yang bikin kesel)
PM : Iya, kenapa pak.
Rusli : SAYA BAPAK EDWIN…
PM : Iya Pak Edwin sekarang lagi di mana?
Rusli : SAYA LAGI DI AA TE EM.. INI SAYA BINGUNG
SAYA HARUS NGAPAIIIIN
PM : Ya udah Bapak masukin kartu ATM Bapak
Rusli : IYA PAAAK UDAAAAH
PM : Masukin pin Bapak
Rusli : UDAH PAAAK
PM : Udah, cek uang bapak ada berapa.
Rusli : NGGA ADA UANGNYA PAAAAK
PM : Masa sih pak? Bapak coba konsentrasi.
Lihat dengan baik.
Rusli : NGGA ADA PAAAAAK
PM : Bapak bohong ya? Bapak mau nipu saya ya?!!
*Telepon terputus*
*
Papem papem para pembaca yang caem – caem tapi melempem,
Itulah kisah dari saya,
rekan saya para staf, obe, dan PM alias penelepon misterius yang sampai
sekarang tidak diketahui identitasnya.
Kami mencoba untuk
melacak nomor dari penelepon misterius tersebut di operator, tapi orang operator
bilang mereka tidak dapat memberi identitas. Hanya kita bisa melaporkan
kejadian tersebut ke yang berwenang alias berwajib alias ber...apalagi yak, berother ajalah. YAHHH. Kalo cuma lapor mah sama komandan upacara bisa.
Buat semua orang –
orang, keep contact sama siapapun orang terdekat kalian. Karena kita ngga
pernah tau kejadian apa yang menimpa mereka. Kejahatan ada di mana – mana.
Kayak Bang Rusli, niat dia sih baik, ngasih pelajaran sama orang yang tukang
nipu. Tapi jadi dia yang dibilang nipu. Seharusnya biar Allah SWT aja yang
ngebalesin bang. Kita mah cukup doain biar itu orang sakit perutnya..nyari
rejeki ngga halal. Eh kalo begini pikiran saya jahat juga. Udah ah saya jadi
bingung.
*Baru kali ini ada penulis bingung mau nulis apaan*
Salam olahraga, adanya malem malem
Dian kayak olahramlan kalo malem